Penyakit adalah salah satu gangguan
kehidupan manusia yang telah dikenal orang sejak dahulu. Pada mulanya,
konsep terjadinya didasarkan pada adanya gangguan makhluk halus atau karena
kemurkaan dan yang maha pencipta.
Ditinjau dari sudut epidemiologi,
konsep mengenai arti penyakit digambarkan sebagai mal-adjusment atau
ketidakmampuan manusia untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan
merupakan fenomena sosial dimana penyakit dapat timbul setiap saat pada seluruh
bagian masyarakat di atas permukaan bumi ini tanpa ada pengecualian.
Pengertian penyebab penyakit dalam
epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian
penyakit, yakni proses interaksi manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya,
penyebab (agent), serta dengan lingkungan (environment).
Secara garis besar perkembangan teori – teori
terjadinya penyakit adalah sebagai berikut :
1. Penyakit
timbul karena gangguan makhluk halus.
2. Teori
Hypocrates, bahwa penyakit timbul karena pengaruh Iingkungan terutama: air,
udara, tanah, cuaca (tidak dijeIaskan kedudukan manusia dalam Iingkungan).
3. Teori
Contangin, bahwa penyakit
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui zat penular, yaitu
kantagion. Disebut juga teori cara penularan penyakit melalui zat penular.
4. Teori
Humoral, dimana dikatakan bahwa penyakit timbul karena gangguan keseimbangan
cairan dalam tubuh.
5. Teori
Miasma, penyakit timbul karena sisa dari mahkluk hidup yang mati membusuk,
meninggalkan pengotoran udara dan Iingkungan.
6. Teori jasad
renik (teori Germ), terutama setelah ditemukannya mikroskop dan dilengkapi
teori imunitas.
7. Teori
Ekologi lingkungan, bahwa manusia berinteraksi dengan penyebab dalam Iingkungan
tertentu dapat menimbulkan penyakit.
Penjelasan
1. Teori Contangion
Teori ini adalah teori yang paling sederhana, bahwa
panyakit berasal dari kontak langsung antar penyakit seperti penyakit cacar dan
herpes. Kontak langsung ini dapat berupa lewat media kulit (panu), melalui
jarak jauh (udara/bersin), bersinggunangan dengan penyakitnya dan zat penular
lainnya (kontangion).
Konsep teori contangion dicetuskan oleh Girolamo
Fracastoro (1483-1553) yang mengatakan bahwa penyakit ditularkan dari satu
orang ke orang lainnya melalui zat penular (transference) yang disebut
kontangion. Girolamo membedakan 3 macam kontangion, yaitu pertama, jenis
kontangion yang dapat menular melalui kontak langsung (bersentuhan, berciuman,
hubungan seksual), kedua, jenis kontangion yang menular melalui benda-benda
perantara (benda tersebut tidak tertular, namun mempertahankan benih dan
kemudian menularkan pada orang lain) misalnya melalui pakaian, handuk dan sapu
tangan, ketiga, jenis kontangion yang dapat menularkan dengan jarak jauh.
Pada mulanya teori kontagion ini belum dinyatakan
sebagai jasad renik atau mikroorganisme yang baru karena pada saat itu teori
tersebut tidak dapat diterima dan tidak berkembang. Tapi penemunya, Fracastoro,
tetap dianggap sebagai salah satu perintis dalam bidang epidemiologi meskipun
baru beberapa abad kemudian mulai terungkap bahwa teori kontagion sebagai jasad
renik. Karantina dan kegiatan-kegiatan epidemik lainnya merupakan tindakan yang
diperkenalkan pada zaman itu setelah efektivitasnya dikonfirmasikan melalui
pengalaman praktek.
2. Teori Hipocrates
Teori Hipocrates menyatakan bahwa sebuah penyakit
terjadi karena faktor lingkungan seperti udara, tanah, cuaca dan air. Bapak
kedokteran dunia, Hipocrates (460-377 SM), berhasil membebaskan hambatan
filosofis yang bersifat spekulatif superstitif (tahayul) dalam mengartikan
terjadinya penyakit pada zamannya. Hipocrates menyebutkan 2 teori asal
terjadinya penyakit yaitu, pertama, penyakit terjadi karena adanya kontak
dengan jasad hidup, dan kedua, penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal
maupun internal seseorang. Kedua teori tersebut termuat dalam bukunya yang
berjudul “On Airs, Water and Places”.
Hipocrates
merupakan orang yang sama sekali tidak mempercayai hal-hal yang berbau tahayul,
ia meyakini bahwa penyakit
terjadi karena proses alamiah belaka. Hippocrates mengatakan bahwa penyakit
timbul karena pengaruh Iingkungan terutama: air, udara, tanah, cuaca (tidak
dijelaskan kedudukan manusia dalam Iingkungan). Yang melatarbelakangi timbulnya
pernyataan tersebut yaitu karena di Yunani pada saat itu terjadi banyak
penyakit menular dan menjadi epidemik dan saat menyaksikan pasiennya meninggal,
ia sangat frustasi dan putus asa sebagai seorang dokter. Kemudian ia pun
melakukan observasi tentang penyebab dan penyebaran penyakit di populasi.
Hippocrates belajar mengenai penyakit menggunakan tiga metode ; Observe,
Record, dan Reflect. Hippocrates melakukan pendekatan
deskriptif sehingga ia benar-benar mengetahui kondisi lingkungannya. Ia
kemudian mempelajari tentang istilah prepatogenesis, yaitu faktor yang
mempengaruhi seseorang yang sehat sehingga bisa menjadi sakit. Metode yang
digunakan Hippocrates adalah metode induktif, artinya data yang sekian banyak
ia dapatkan, ia kumpulkan dan diolah menjadi informasi. Informasi ini kemudian
dikembangkan menjadi hipotesis. Hippocrates juga merujuk dan
memasukkan ke dalam teorinya apa yang sekarang disebut sebagai teori atom,
yaitu segala sesuatu yang berasal dari partikel yang sangat kecil. Teori ini
kemudian dianggap tidak benar oleh kedokteran modern. Menurut teorinya, tipe
atom terdiri dari empat jenis: atom tanah (solid dan dingin), atom udara
(kering), atom api (panas), atom air (basah). Selain itu ia yakin bahwa tubuh
tersusun dari empat zat: flegma (atom tanah dan air), empedu kuning (atom api
dan udara), darah (atom api dan air) dan empedu hitam (atom tanah dan udara).
Penyakit dianggap terjadi akibat ketidakseimbangan cairan sementara demam
dianggap terlalu banyak darah.
Hipocrates sudah dikenal sebagai
orang yang tidak pernah percaya dengan tahayul atau keajaiban tentang
terjadinya penyakit pada manusia dan proses penyembuhannya. Dia mengatakan
bahwa masalah lingkungan dan perilaku hidup penduduk dapat mempengaruhi
tersebarnya penyakit dalam masyarakat. Yang dianggap paling mengesankan dari
faham atau ajaran Hipocrates ialah bahwa dia telah meninggalkan cara-cara
berfikir mistis-magis dan melihat segala peristiwa atau kejadian penyakit
semata-mata sebagai proses atau mekanisme yang alamiah belaka. Contoh kasus
dari teori ini adalah perubahan cuaca dan lingkungan yang merupakan biang
keladi terjadinya penyakit.
3. Teori Miasma (Miasmatic Theory)
Konsep muncul miasma sebagai dasar pemikiran untuk
menjelaskan timbulnya wabah penyakit. Kosnep ini dikemukakan oleh Hippocrates.
Miasma atau miasmata berasal dari kata Yunani yang berarti something dirty (sesuatu
yang kotor) atau bad air (udara buruk)Timbulnya penyakit adalah berasal dari
uap sisa hasil pembusukan makhluk hidup, barang yang membusuk atau dari buangan
limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara dan dipercaya sebagai mengambil
bagian dalam proses penyebaran penyakit. Konsep ini muncul pada sekitar abad
18-19.
Contoh pengaruh teori miasma adalah timbulnya penyakit
malaria. Malaria berasal dari bahasa Italia mal dan aria yang artinya udara
yang busuk. Pada masa yang lalu malaria dianggap sebagai akibat sisa-sisa
pembusukan binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-rawa. Penduduk yang bermukim
di dekat rawa sangat rentan untuk terjadinya malaria karena udara yang busuk
tersebut.
Pada waktu itu, ada kepercayaan bahwa bila seseorang
menghirup miasma, maka ia akan terkena penyakit. Pencegahannya dapat dilakukan
dengan menutup rumah rapat-rapat terutama di malam hari, karena orang percaya
udara malam cenderung mengandung miasma. Kemudian, kebersihan juga dianggap hal
penting untuk dapat mencegah/menghindari miasma tersebut. Saat ini cara
sanitasi yang dilakukan sangat efektif mengurangi tingkat kematian.
Dua puluh tiga abad kemudian, berkat penemuan
mikroskop oleh Anthony van Leuwenhoek, Louis Pasteur menemukan bahwa materi
yang disebut miasma tersebut sesungguhnya merupakan mikroba, sebuah kata Yunani
yang artinya kehidupan mikro (small living)
4. Teori Kuman (Germ Theory)
Teori ini menyatakan bahwa penyebab penyakit adalah
berasal dari kuman. Para ilmuan saat itu diantaranya Louis Pasteur (1822-1895),
Robert Koch (1843-1910) dan Ilya Mechnikov (1845-1016) mengatakan bahwa mikroba
merupakan etiologi penyakit.
Pengamatan Louis Pasteur pada
fermentasi anggur adalah salah satu bukti konsep teori Kuman. Ia menemukan
proses pasteurisasi dalam melakukan fermentasi tersebut, yaitu dengan cara
memanasi cairan anggur hingga temperature tertentu sampai kuman yang tak
diinginkan menyebabkan kegagalan fermentasi mati tapi cairan anggur tidak
rusak. Temuan lainnya yang mengesankan adalah adanya virus rabies dalam organ
saraf anjing, dan berhasil menemukan vaksin anti rabies. Untuk itulah Louis
Pasteur dijuluki Bapak Teori Kuman.
Tokoh lainnya adalah Robert Koch.
Temuannya dikenal dengan “Postulat Koch” yang terdiri dari, pertama, kuman
harus dapat ditemukan pada semua hewan yang sakit, tidak pada yang sehat,
kedua, kuman dapat diisolasi dan dibuat biakannya, ketiga, kuman yang dibiakkan
dapat ditularkan secara sengaja pada hewan yang sehat dan menimbulkan penyakit
yang sama, dan keempat, kuman tersebut harus bisa diisolasi ulang dari hewan
yang diinfeksi.
5. Segitiga
Epidemiologi (Epidemiology Triangle)
Teori yang dikembangkan oleh John Gordon ini
menggambarkan hubungan 3 komponen penyebab penyakit yaitu host, agen dan
lingkungan (dibentuk segitiga). Agen merupakan entitas yang diperlukan untuk
mengakibatkan penyakit pada host yang rentan. Agen dapat bersifat biologis
(parasit, bakteri, virus), juga dapat bersifat bahan kimia (racun, alkohol,
asap), fisik (trauma, radiasi, kebakaran), atau gizi (defisiensi, kelebihan).
Agen memiliki sifat, pertama, infektivitas yaitu kemampuan agen untuk
mengakibatkan infeksi pada host yang rentan, kedua, patogenitas yaitu kemampuan
agen untuk menyebabkan penyakit pada host, dan ketiga virulensi yaitu kemampuan
agen untuk menimbulkan berat ringan suatu penyakit pada host.
Host merupakan manusia atau organisme yang rentan oleh
adanya agen. Faktor internal host meliputi umur, jenis kelamin, ras, agama,
adat pekerjaan dan profil genetik. Lingkungan adalah kondisi atau faktor
berpengaruh yang bukan bagian dari agen atau host, tetapi dapat mendukung
masuknya agen ke dalam host dan menimbulkan penyakit.
6. Jala-jala
Kausasi (The Web of Causation)
Teori jaring-jaring sebab akibat
ini ditemukan oleh Mac Mohan dan Pugh (1970). Teori ini sering disebut juga sebagai konsep
multi factorial. Dimana teori ini menekankan bahwa suatu penyakit terjadi dari
hasil interaksi berbagai factor. Misalnya factor interaksi lingkungan yang
berupa factor biologis, kimiawi dan social memegang peranan penting dalam terjadinya
penyakit.
Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah
keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, suatu penyakit tidak bergantung
pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian
proses sebab dan akibat. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah
atau dihentikan dengan memotong mata rantai pada berbagai titik.
Hakikat konsep ini adalah efek yang terjadi tidak tergantung kepada
penyebab-penyebab yang terpisah secara mandiri, tetapi lebih merupakan
perkembangan sebagai suatu akibat dari suatu rangkaian sebab-akibat, dimana
setiap hubungan itu sendiri hasil dari silsilah (geneologi) yang mendahuluinya
dan yang kompleks (complex geneology of antecenden).
Suatu penyakit tidak tergantung kepada penyebab yang berdiri
sendiri-sendiri, melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab
akibat.Penyakit juga dapat dicegah atau dihentikan
dengan memotong mata rantai di berbagai faktor. Contoh: Jaringan sebab akibat
yang mendasari penyakit jantung koroner (PJK) dimana banyak faktor yang
merupakan menghambat atau meningkatkan perkembangan penyakit. Beberapa dari faktor ini
instrinsik pada pejamu dan tetap (umpama LDL genotip), yang lain seperti
komponen makanan, perokok, inaktifasi fisik, gaya hidup dapat dimanipulasi.
7. Model Roda
(The Wheel Causation)
Model ini
menggambarkan hubungan manusia dan lingkungannya sebagai roda. Roda tersebut
terdiri atas manusia dengan substansi genetik pada bagian intinya dan komponen
lingkungan biologi, sosial, fisik mengelilingi penjamu. Ukuran komponem roda
bersifat relatif, tergantung problem spesifik penyakit yang bersangkutan.
Contoh pada penyakit herediter tentunya proporsi inti genetikrelatif besar,
sedang penyakit campak status imunitas penjamu dan biologik lebih penting
daripada faktor genetik. Peranan lingkungan sosial lebih besar dari yang
lainnya dalam hal stres mental, sebaliknya pada penyakit malaria peran
lingkungan biologis lebih besar.
Seperti
halnya dengan model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan
identifikasi dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan
tidak begitu menekankan pentingnya agen. Di sini dipentingkan hubungan
antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Besarnya peranan dari masing-masing
lingkungan bergantung pada penyakit yang bersangkutan.
Teori ini merupakan pendekatan lain untuk menjelaskan hubungan
antara manusia dan lingkungan. Roda terdiri daripada satu pusat (pejamu
atau manusia) yang memiliki susunan genetik sebagai intinya. Disekitar
pejamu terdapat lingkungan yang dibagi secara skematis ke dalam 3 sektor yaitu
lingkungan biologi, sosial dan fisik.
Besarnya komponen-kompenen
dari roda tergantung kepada masalah penyakit tertentu yang menjadi perhatian
kita. Untuk penyakit-peyakit bawaan (herediter) inti genetik relatif lebih
besar. Untuk kondisi tertentu seperti campak, inti genetik relatif kurang
penting oleh karena keadaan kekebalan dan sektor biologi lingkungan yang paling
berperanan.Pada model roda, mendorong pemisahan perincian faktor pejamu dan
lingkungan, yaitu suatu perbedaan yang berguna untuk analisa epidemiologi.
Sumber :
http://agustinaprimafkmundip.blogspot.com/2014/03/perkembangan-teori-teori-terjadinya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar